Kepeimimpinan Transformasional
Kepemiminan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi
sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang
pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi
seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif
untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Secara sederhana
kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk
merubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan
meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan
kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan.
Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang
dikenal sebutan 4 I, yaitu : idealized influence, inspirational
motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration.
Idealized influence: kepala sekolah merupakan sosok ideal yang dapat
dijadikan sebagai panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya,
dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan
sekolah.
Inspirational motivation: kepala sekolah dapat memotivasi seluruh
guru dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi
dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di
sekolah.
Intellectual Stimulation: kepala sekolah dapat menumbuhkan
kreativitas dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan
mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan
sekolah ke arah yang lebih baik.
Individual consideration: kepala sekolah dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru dan stafnya.
Berdasarkan hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001)
menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan
transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang
pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena
itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para kepala sekolah
dapat menerapkan kepemimpinan transformasional di sekolahnya.
Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang
luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang
pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan
memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan.
Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan
transformasional, yakni sebagai berikut:
Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi
Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi
Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama
Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan
Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru
dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu
penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan
transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu
dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan
transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam
organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa
seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para
bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin
transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas
organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab
mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem
pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns
menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya
menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk
melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan.
Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan,
mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan
harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass
(1988) menyatakan bahwa “the dynamic of transformational leadership
involve strong personal identification with the leader, joining in a
shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange
of rewards for compliance”. Dengan demikian, pemimpin transformasional
merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan
strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin
transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi
masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada
tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut
Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu
membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi
kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin
transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang
realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan
menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh
bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and
Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek
transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu.
Dalam buku mereka yang berjudul “Improving Organizational Effectiveness
through Transformational Leadership”, Bass dan Avolio (1994)
mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi
yang disebutnya sebagai “the Four I’s”.
Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh
ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin
yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus
mempercayainya. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational
motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin
transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu
mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan,
mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan
mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan
entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai
intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin
transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi
yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan,
dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari
pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas
organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized
consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin
transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau
mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara
khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan
karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk
relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat
dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti
dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan
transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam
menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996).
Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide
yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya
(style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional
menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang
dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan
ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978). Beberapa ahli manajemen
menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan
transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan
yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang digunakan
berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam
konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya.
Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai
kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky
(1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership).
Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai
kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap
individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali
(reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun
perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau
kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan
lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua
pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan
organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin
penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan
besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil
yang diinginkannya. Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang
metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu
menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan
praktekpraktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih
relevan. Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan,
dan nous/noos yang berarti pikiran. Dengan perkembangan globalisasi
ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai
dengan kompetisi yang sangat tinggi (hyper-competition). Tiap
keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global
(global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu,
perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus menerus
mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu
relevan dengan kondisi persaingan baru. Pemimpin transformasional
dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk
terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha
guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.