Pendekatan Kekuasaan (power aprroach)
Orang-orang yang berada pada pucuk pimpinan suatu organisasi seperti
manajer, direktur, kepala dan sebagainya, memiliki kekuasaan power)
dalam konteks mempengaruhi perilaku orang-orang yang secara struktural
organisator berada di bawahnya. Sebagian pimpinan menggunakan kekuasaan
dengan efektif, sehingga mampu menumbuhkan motivasi bawahan untuk
bekerja dan melaksanakan tugas dengan lebih baik.
Namun, sebagian pimpinan lainnya tidak mampu memakai kekuasaan dengan
efektif, sehingga aktivitas untuk melaksanakan pekerjaan dan tugas
tidak dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, sebaiknya kita bahas
secara terperinci tentang jenins-jenis kekuasaan yang sering digunakan
dalam suatu organisasi.
Dalam pengertiannya, kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu
interaksi antara dua atau lebih individu (a quality inherent in an
interaction between two or more individuals). Jika setiap individu
mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka
yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Menurut French dan Raven, ada lima tipe kekuasaan, yaitu :
- Reward PowerTipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada
kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas
yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu
kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan.
- Coervice PowerKekuasaan yang bertipe paksaan ini,
lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang
lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya
yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit,
mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan.
- Referent Power,Tipe kekuasaan ini didasarkan pada
satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang
mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan
seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang
pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu
melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang
diberikan atasannya.
- Expert Power,Kekuasaan yang berdasar pada keahlian
ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang
mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan
informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan
dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan
tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut
dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi
dari munculnya expert power.
- Legitimate Power,Kekuasaan yang sah adalah
kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu
persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan
perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar
pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai
cultural. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua,
memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk
mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah
dilegitimasi tersebut.
Dari lima tipe kekuasaan di atas mana yang terbaik? Scott dan
Mitchell menawarkan satu jawaban. Harus dingat bahwa kekuasaan hampir
selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan
(insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju
tujuan yang telah ditetapkan. Seharusnya orang-orang yang berada di
pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit menggunakan insentif dan
koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan ekonomis
supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk melaksanakan pekerjaan
adalah dengan cara mempersuasi mereka. Cara-cara koersif dan insentif
ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara spontas
termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal
dari kewenangan yang sah (legitimate authority).